AKU,
SANG PEMIMPIN!
oleh : Vivi Silvia Januar
Libur panjang sehabis Ujian Akhir Semester, ku isi hari-hariku dengan
aktivitas yang begitu menguras waktu dan tenaga. Awal bulan Juli 2010 dibuka
Pendaftaran Kepanitian Masa Pengenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB), aku
mengajukan diri untuk menjadi panitia dengan mengirimkan Curriculum Vitae kepada salah seorang anggota Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM). Padahal aku adalah salah seorang anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa
(DPM) yang jabatannya lebih tinggi dari pada BEM, yaitu badan Legislatif di kampus. Ketika
itu perasaan takut manghantuiku, aku diinterview oleh senior BEM tentang
ketertarikan aku menjadi panitia. Aku mengajukan diri menjadi anggota divisi
acara, karena pengalamanku di DPM
membuatku tertarik
mengeluti bidang acara.
“Apakah kamu punya pengalaman di
bidang kesehatan?” tanya senior ku.
“ Punya kak, dari SMP dan SMA
aku mengikuti Palang Merah Remaja kak, aku juga sering lomba kesehatan di Bogor
kak” jawab aku dengan penuh percaya diri.
“ apakah kamu siap dipindahkan ke divisi
lain?”
aku pun menjawab dengan penuh
keyakinan “siap kakak, aku siap dipindahkan ke-divisi apa saja sesuai dengan
kemampuan aku”.
Sore itu aku mendapatkan SMS dari
seorang Panitia MPKMB bahwa aku terpilih menjadi panitia, aku ditempatkan di divisi kesehatan. Ketika awal
diadakan rapat divisi, aku ditunjuk oleh teman-teman untuk menjadi koordinator
kesehatan. Diantara panitia divisi kesehatan, aku lah yang aktif mengkoordinir
anggota tim kesehatan.
Rapat pimpinan diadakan satu minggu
sekali sebelum diadakan rapat general. Aku dikenalkan kepada pemimpin
divisi lain, saat itu aku
masih canggung dan malu mengutarakan pendapat. Ketika Rapat general yang diadakan
satu minggu sekali, para pimpinan diharuskan mempresentasikan kepada
panitia yang lain mengenai perkembangan divisinya. Aku masih canggung dan malu berbicara
dihadapan 250 orang panitia. Mental dan keberanianlu sedang diuji dalam situasi
seperti ini. Ku menarik
nafas sejenak dan berkata “aku pasti bisa”, akhirnya aku pun bisa dan tidak
gugup ketika berada didepan publik. Suasana saat itu hening, hanya suara akulah yang
terdengar jelas saat itu.
Saat aku terlalu aktif dikepanitiaan
MPKMB aku pun mengabaikan kesehatan diriku sendiri. Walaupun dalam kondisi
sakit, tapi aku tetap datang mengikuti rapat pimpinan bersama wakil koordinator kesehatan. Aku dijemput
oleh temanku untuk menghadiri rapat pimpinan.
“ Vi, yakin
kuat ke kampus!” teman ku bertanya pada ku
“Insya allah”,
jawab aku dengan kondisi lemah dan muka pucat
Di tengah
perjalanan aku pun minum obat dan yang paling berkesan sorenya hujan begitu
deras sekali, alergi dinginku kambuh saat itu.
“Vi, pake nih
jaket dan jas ujan punya kakak” Teman ku berkata begitu.
“Iya makasih
kak” Jawab aku dengan kondisi kedinginan.
“Gimana
kondisi kamu Vi” Kakak itu khawatir dengan keadaanku.
“Masih parah
kakak, aku harus pulang” Jawab aku dengan basah kuyup saat itu. Ditengah badai dan hujan yang deras kami
semua berteduh di warung pecel lele kampus Cilibende. Di tempat itu atapnya bocor, jadi kami semua basah kuyup. Ada enam orang panitia
kesehatan berteduh
dan makan malam disitu sehabis rapat divisi.
***
Semua persiapan dan peralatan sudah
disiapkan jauh-jauh hari sebelum hari H. Jalur mobilisasi kampus dan pembagian
pos kesehatan sudah dipikirkan matang-matang, atas dasar pertimbangan dan
penyeleksian anggota. Peralatan tersimpan di ruang kesehatan Cilibende, kami kesulitan dalam hal
transportasi saat itu. Membawa dua karpet yang besar dan dispenser dari rumahku
dibawa dengan dua motor. Kita buka puasa di jalan dan shalat di pom bensin,
sungguh penuh perjuangan
di bulan
Ramadhan tahun ini.
MPKMB angkatan 47 dimulai pukul 05.00
WIB di Internasional
Convention Center (ICC) Botani
Square, sebuah gedung persewaan di sebelah kampusku. Aku dan teman-teman panitia lain
diwajibkan datang satu jam sebelum mahasiswa angkatan 47 datang. Panita melaksanakan sahur
dan shalat subuh bersama di ICC karena saat itu bertepatan dengan bulan ramadhan. Tenda kesehatan untuk
laki-laki berada di depan
pintu kiri ICC, sedangkan untuk perempuan berada di dalam musola wanita.
Ruangan ICC yang pengap ditambah sebanyak 2200 peserta masuk ke tempat itu. Banyak sekali yang pingsan selama acara
berlangsung dengan
kondisi berpuasa, sehingga kami sulit membawanya karena berada di depan panggung. Pemimpin dalam situasi
ini haruslah pintar memainkan strategi menculik pasien, dengan cara membawa
pasien tanpa mengacaukan acara yang sedang berlangsung.
“ Vivi ada yang pingsan” sahut teman panitia menyapaku di tenda kesehatan.
“Ya, tandu-tandu
siapkan teman-teman” jawabku dengan kondisi yang cemas karena jumlah laki-laki
sangat sedikit, dan yang sakit di pos kesehatan dalam jumlah banyak.
“Posisi yang
pingsan dimana?” Tanyaku pada panitia lain.
“Paling depan
Vi, jauh dari pintu keluar” Jawab temanku sambil memegang kepalanya karena
binggung mengangkat yang pingsan.
Aku selalu panik mengahadapi orang
pingsan. Senior Diploma Medical Team (DMT), organisasi
kesehatan dikampus ku,
Kak Ari Kurniawan berkata kepadaku “Jadi pemimpin itu tidak boleh panik, santai
aja lah, kalau
ada yang pingsan itu biasa dalam situasi seperti ini.”
“Iya kak, tapi
aku takut ada apa-apa masalahnya ini nyawa kakak?” Jawab aku dengan konsisi
yang tegang dan mondar-mandir di depan gedung ICC.
“Kita banyak berdoa saja Vi” Jawab
Kakak Ari sambil tersenyum kepada ku.
Lalu aku pun tersenyum sambil berkata
“Iya kak semoga semuanya baik-baik saja.”
Penyakit pasien yang beragam membuatku binggung dan
setress karena peralatan terbatas, obat-obatan tidak lengkap dan sulit sekali
mencari air hangat di ICC. Pemimpin adalah ujung tombak dari sebuah organisasi,
jika pemimpinnya putus asa maka anggotanya pun akan merasakan putus asa, maka
aku tidak boleh putus asa saat itu. Hal yang tersulit di hari pertama, ketika ada
pasien yang habis operasi usus buntu dan harus dirujuk ke Rumah Sakit. Aku berlarian mencari bantuan yaitu
mobil untuk membawa pasien tersebut. Yang paling menyakitkan buatku adalah ketika harus mencari dokter
rujukan di Poliklinik Kampus untuk
datang ke ICC memeriksa pasien yang habis dioperasi tadi.
“Vi, coba kamu cari bantuan, kondisi pasien sudah gawat”
kak seniorku
menyuruhku dengan
muka tegangnya.
“Iya kak” jawab aku sambil
berlari mencari bantuan dengan ditemani oleh kak Silvi ke Poliklinik IPB.
“Kakak kira-kira dokternya ada gak ya?” Tanya
aku dengan helaan nafas yang lelah.
“Mudah-mudahan ada Vi” Jawab
kak Silvi sambil berkeringat disaat
panas begitu terik dan kita dalam keadaan berpuasa.
Tapi ternyata sang dokter pun tidak mau pergi ke
ICC dengan alasan malas jalan kaki. Aku dan kak Silvi kembali ke ICC dengan
kondisi lelah. Setelah itu aku mencari mobil untuk membawa pasien yang sakit ke
Rumah Sakit PMI. Tidak tersedianya mobil, membuatku lelah sekali. Aku terjatuh
saat naik ke ICC karena terlalu panik dan lelah di hari pertama. Divisi
kesehatan sangat kompak saat itu, akhirnya peserta yang sakit pun dirujuk ke Rumah
Sakit PMI dengan bantuan mobil bak terbuka yang disewa oleh panitia selama MPKMB. Aku harus mau berkorban dan
berjuang untuk kepentingan orang banyak, disitu aku belajar banyak hal mengenai
kepemimpinan.
***
Hari kedua MPKMB diadakan di tiga lokasi Kampus Diploma,
tim kesehatan yang jumlahnya hanya 20 orang tersebar di tiga pos kesehatan tiap kampus. Pos
kesehatan bertanggung
jawab terhadap
obat-obatan dan
juga peralatan
kesahatan. Kampus Gunung
Gede (GG) ruang kesehatan
berada di ruang
tunggu dosen
dengan jumlah
panitia
enam orang. Begitu
juga kampus Cilibende
(CB), ruang kesehatan
berada
di Ruang Makro dan Ruang Kesehatan kampus. Di Baranang (BS) ruangan kesehatan
berada
di tenda ploton samping
Taman Koleksi. Kegiatan di hari
kedua hanya fokus di tiga lokasi kampus saja.
“Vivi obat-obatan
habis,
makanan juga” sahut temanku
Maretha.
“Iya, nanti beli
lagi,
dilist saja perlu
apa saja!” jawab aku.
“Parasetamol, minyak kayu putih dan
roti tawar habis, Vi” Ucap Maretha
dengan nada suara tegang.
“Ya udah, Vivi belanja sekarang ya?” Jawab aku dengan tergesa-gesa.
Aku selalu memantau keadaan pos
kesehatan di tiga lokasi kampus. Ketika itu ada masalah di kampus Cilibende, waktu itu
tenda kesehatan
yang
berada di depan bengkel
komputer Cilibende diprotes oleh
seorang dosen. Atas
izin dosen
tersebut,
akhirnya pos kesehatan
pindah ke
ruang Makro.
Dosen
itupun ikut campur lagi mengenai
penanganan pasien yang sakit, aku dimarahi
oleh dosen
tersebut.
“ kalau orang
sakit itu, jangan dikasih roti, apalagi kalau
dia punya
penyakit
maag” ujar dosen di kampus Cilibende memarahi aku dan enam
teman lainnya.
“Tapi bu di sini tidak ada makanan, dana
kita minim bu?” jawab aku pada dosen itu. Dosen itu pun hanya diam dan menatap
aku dengan tatapan sinis, lalu dosen itu pun meninggalkan ruang pos kesehatan.
Sore hari acara
dipusatkan di
kampus
BS tepatnya di lapangan kampus
samping Taman Koleksi.
Saat mobilisasi
pasien yang sakit di kampus Cilibende. Dosen yang
agak rese itu pun memarahi aku lagi dan berkata
“kalau orang
sakit itu, harus istrirahat
mba,
jangan dipindah-pindah,
kasihan lah”. “Kan acara inti disana bu,
dan pasien yang sakit pun ingin ke sana”
Jawab aku dengan perkataan tegas. Senior ku membujuk dosen yang galak itu
dengan komunikasi interpersonal.
Dosen itu pun berkata kepada para pasien “Siapa yang mau ikut ke kampus BS, ngacung ?” . Semua pasien
mengacungkan tangannya dan berkata “Ingin lihat acara intinya bu”, “iya bu,
teman-teman kami kan disana jadi kami ingin kesana?”. Mendengar jawaban dari
para pasien tadi, akhirnya dosen itu memperbolehkan kami untuk mobilisasi ke
kampus Branang Siang, dengan menggunakan mobil bak panitia dan sebagian lagi
dengan mobil angkot yang disewa oleh panitia.
Setibanya di kampus BS aku kaget
sekali, karena jumlah
peserta
MPKMB yang sakit di hari kedua
bertambah banyak.
Kondisi saat
berpuasa membuat
para peserta
merasa lelah.
Sore itu aku
harus mengantarkan
peserta
MPKMB yang sakit ke Rumah Sakit PMI. Peserta
itu tangannya
sobek terkena
serpihan botol
kaca, darahnya mengalir sangat
banyak hingga mengotori bajuku. Ku tinggikan lukanya lebih tinggi dari jantung
agar darahnya tidak mengalir terus menerus, dengan menggunakan mobil bak
terbuka kami bergegas menuju ke Rumah Sakit PMI. Dia pun dijahit hingga empat jahitan di tangannya yang luka itu.
Kemudian
aku bertanya “sakit
tidak
de?”
Dia menjawab
dengan sangat tegar “tidak
kak”.
“Kenapa tidak sakit, itukan lukanya
parah de?” aku bertanya padanya dengan kondisi yang khawatir.
“Ini tidak sakit kak, namanya juga
kecelakan”, jawabnya sambil tersenyum.
“Kok bisa robek begitu tangannya, bagaimana
ceritannya de?” aku penasaran.
“Ini keteledoran aku kakak, tadi waktu
yel-yel aku memukul botol minuman dan pecah hingga melukai tangan aku” jawab pasien itu sambil melihat
lukanya.
“Nanti kalau kamu pulang ke rumah, mamamu marah tidak
melihat kamu diperban seperti itu?” Aku bertanya padanya.
“Aku sudah tidak punya orang tua kak?”
Jawab dia dengan nada suara yang kecil.
Mendengar kalimat
itu aku
langsung terharu dan memeluk
pasien itu
yang bernama Ayudyanna.
Aku pun berkata “ Sejak kapan kamu ditinggalkan orang tua?”
“Sejak SD ibuku meninggal kemudian SMP
ayahku menyusulnya kak, aku tinggal dengan kakak ku sekarang” jawab dia.
“Kakakmu marah tidak nanti melihatmu
seperti ini ?” aku bertanya padanya dengan nada halus.
“ Tidak kak” jawab dia sambil
tersenyum.
“Lain kali hati-hati ya sayang” ujarku sambil menggenggam
tangannya.
***
Hari ketiga merupakan
hari penutupan
MPKMB. Sejak
pagi sampai sore ada 250 orang yang sakit dan
pingsan,
karena kelelahan. Tenda pun kekurangan tempat, tidak
ada tempat yang layak
untuk menampung orang sakit. Akhirnya yang telah sembuh
disuruh keluar
tenda. Sangat
sulit membujuk
Peserta yang sakit untuk mau
membatalkan puasanya
dan minum
obat.
Siang itu aku
merasa capek, yang pingsan banyak
sekali,
obat-obatan habis, aku pun
mencari solusinya. Aku harus cepat
mengambil keputusan yang tepat. Aku
membeli obat-obatan
dan makanan
ke salah
satu pasar swalayan
di Botani Square.
Peserta
yang habis operasi itu
datang selama tiga hari,
mengikuti MPKMB sampai selesai, tapi
dia berada di pos
kesehatan.
Aku bertanya
padanya “kenapa
kamu ikut MPKMB dengan
kondisi seperti
ini
de?”. Dia menjawab “aku bosen di kostan dan
kalau gak
ikut
MPKMB sayang kakak, gak dapat
sertifikat”.
Sore itu hujan
deras sekali, kegiatan
penutupan
MPKMB dihentikan. Tim kesehatan kewalahan
memindahkan pasien yang sakit
ke ruang BS B01.
Aku mengangkat
barang-barang seperti obat-obatan, dispenser, kasur, selimut, makanan dan pasien yang habis
operasi dibawa
dengan tandu. Aku
membawa barang-barang
dengan kondisi
hujan-hujanan,
karena terlalu bersemangat
mengangkat tandu
aku
pun terjatuh di bawah rintik hujan
dan kemudian
“Vivi... Vivi.... Vivi pingsan ?”
Temanku berkata seperti itu pada ku.
“Vivi bangun Vi..... Vivi bangun.....?”
Aku dicubit oleh temanku, agar aku sadarkan diri dan segera bangun dari
pingsanku.
Tidak lama kemudian, aku terbangun dari dan berkata
“Kok, Vivi ada disini sich! yang
sakit bagaimana sudah dipindahkan semua?”
Temanku menjawab “Sudahlah Vi, jangan
pikirkan pasien yang sakit yach yang terpenting saat ini adalah kondisi kamu”.
Ku mengigil, “dingin sekali
disini?”, jawab ku
dengan lemah dan muka
yang pucat.
Teman-teman panitia semuanya membuka jas
almamaternya lalu menyelimuti aku dengan almamater itu. Semua pasien yang
kedinginan diselimuti dengan jas itu.
Tubuhku kram sesaat setelah aku sadarkan
diri, aku ingin ke kamar kecil, lalu seseorang yang sangat aku
sayangi memapah aku menuju ke toilet. Dia memberiku semangat dan motivasi
walaupun saat itu dia bukan siapa-siapa aku lagi. Semua teman-teman menyemangatiku
karena kondisi aku sangat lemah dan putus asa.
Ketua dan
wakil ketua BEM berkata
kepadaku “kau pemimpin yang
hebat Vi,
dan mau berjuang untuk orang lain”.
“Terimakasih kak”, jawabku sambil tersenyum.
“Lanjutin DMT ya, Vivi jadi
ketuannya?” Tanya Kakak Ari kepadaku.
“Iya kak, aku siap”, jawab aku dengan semangat 45.
Setelah Acara selesai tepatnya jam
19.00 WIB di sebuah taman kampus yang sering disebut Taman India Kampus BS, diadakan rapat evaluasi. Sambil membawa
barang-barang ditandu dan dalam kondisi
flu, tim kesehatan semuanya hadir
rapat. Kompak sekali tim kesehatan saat itu, hingga semua panitia memberikan
tepuk tangan untuk kekompakan kami. Kondisi badan ku lemas sekali, setelah itu
aku ditelpon oleh seorang panitia.
“Vivi cepet Ke kampus Cilibende, di ruang
kesehatan ada yang pingsan” kata
salah seorang temanku.
“Iya, aku segera kesana” jawabku dengan kondisi lemah
dan baju yang basah. Aku dan dua temanku menuju kekampus untuk memberikan
pertolongan pertama.
Peserta MPKMB itu ternyata kelelahan,
belum makan dari pagi dan harus berdesak-desakkan di mading kampus Cilibende untuk
melihat pengumuman pembagian kelas. Dia pun pulang dengan kondisi yang lemah
dengan diantar oleh teman-temannya. Sungguh hari yang melelahkan namun sangat
mengasikkan bisa menolong orang yang sakit.
Sekarang aku menjadi
ketua
DMT (Diploma Medical
Team) yaitu tim
kesehatan yang menangani mahasiswa yang sakit di Kampus. Pengalaman adalah
sebuah pembelajaran dalam kehidupan, aku banyak mendapatkan ilmu yang berkaitan
dengan tanggung jawab, kekompakan, kedisiplinan, bekerjakama dalam tim dan ilmu
P3K. Setelah kepanitiaan
Masa Pengenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) berakhir. Aku dan teman-teman
membuka anggota baru, alhamdulillah sekarang anggota DMT bertambah dan ruang
kesehatan pun sudah memiliki
sarana dan prasarana yang lengkap.
Karena sering mengikuti organisasi dan
kepanitiaan, hingga kini banyak orang yang mengenal aku dan menyapaku saat
bertemu. Aku merasakan bangga dengan diriku, yang bisa memimpin dan menolong
orang lain.
Terkadang mahasiswa angkatan 47 ada
yang menyapa aku dan berkata “ Kakak yang dulu menolong aku kan? terimaksih ya
kakak”
“Iya sama-sama de, gimana sekarang
udah gak demam lagi kan?” aku sambil tersenyum padanya.
“sekarang aku sehat kak, udah gak
demam lagi?” mendengar kata-kata itu aku bahagia sekali.
Setiap hari aku berjaga-jaga di ruang
kesehatan Cilibende, terkadang ada yang sakit aku pun menolongnya sebisa aku.
Ada yang pingsan, Asmanya kambuh, dan sakit lainnya. Pertolongan pertama sangat penting
diberikan kepada pasien yang sakit. Beberapa hari yang lalu di bulan September 2011, aku menolong
pasien yang pingsan di ruang kesehatan Cilibende. Alhamdulilah berkat
pengalaman yang aku miliki pasien tersebut bisa sadarkan diri dan tidak perlu
di rujuk ke Rumah Sakit.
Sehari setelah kejadian itu, ada
seorang teman menelpon aku dan berkata “Vivi cepat ke Lembaga Kemahasiswaan
Center di Gunung Gede soalnya ada yang sakit asma, jangan lupa membawa selimut
ya Vi?”
“Iya, Vivi segera kesana?” Jawab aku
sambil tergesa-gesa
Aku yang sedang melihat pertandingan
Sepak Bola Program Keahlian Komunikasi melawan Akutansi, langsung bergegas
menolong pasien ke tempat
tersebut. Aku membawa dua buah jaketku untuk bisa menghangatkan tubuhnya yang
sakit. Aku yang saat ini masih menjabat menjadi ketua Diploma Medical Team
harus bisa bertanggung jawab kepada orang yang sakit. Maka kapanpun dan dimana
pun aku harus bisa menolong pasien yang membutuhkan bantuanku.
Ya Allah SWT di dalam kehidupan
ku yang singkat ini, ingin aku
gunakan untuk dapat menolong orang lain, baik keluarga, teman atau pun orang
yang belum pernah aku kenal sebelumnya. Aku ingin melihat senyum kecerian di wajah orang yang telah aku
tolong. Panjangkanlah umurku ya Allah SWT agarku dapat menolong orang lain
lebih banyak lagi.
0 komentar:
Posting Komentar