Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 13 April 2012

Aku Sang Pemimpin


AKU, SANG PEMIMPIN!
 oleh : Vivi Silvia Januar

Libur panjang sehabis Ujian Akhir Semester, ku isi hari-hariku dengan aktivitas yang begitu menguras waktu dan tenaga. Awal bulan Juli 2010 dibuka Pendaftaran Kepanitian Masa Pengenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB), aku mengajukan diri untuk menjadi panitia dengan mengirimkan Curriculum Vitae kepada salah seorang anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Padahal aku adalah salah seorang anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) yang jabatannya lebih tinggi dari pada BEM, yaitu badan Legislatif di kampus. Ketika itu perasaan takut manghantuiku, aku diinterview oleh senior BEM tentang ketertarikan aku menjadi panitia. Aku mengajukan diri menjadi anggota divisi acara, karena pengalamanku di DPM membuatku tertarik mengeluti bidang acara.
“Apakah kamu punya pengalaman di bidang kesehatan?” tanya senior ku.
“ Punya kak, dari SMP dan SMA aku mengikuti Palang Merah Remaja kak, aku juga sering lomba kesehatan di Bogor kak” jawab aku dengan penuh percaya diri.
 “ apakah kamu siap dipindahkan ke divisi lain?”
aku pun menjawab dengan penuh keyakinan “siap kakak, aku siap dipindahkan ke-divisi apa saja sesuai dengan kemampuan aku”.
Sore itu aku mendapatkan SMS dari seorang Panitia MPKMB bahwa aku terpilih menjadi panitia, aku ditempatkan di divisi kesehatan. Ketika awal diadakan rapat divisi, aku ditunjuk oleh teman-teman untuk menjadi koordinator kesehatan. Diantara panitia divisi kesehatan, aku lah yang aktif mengkoordinir anggota tim kesehatan.
Rapat pimpinan diadakan satu minggu sekali sebelum diadakan rapat general. Aku dikenalkan kepada pemimpin divisi lain, saat itu aku masih canggung dan malu mengutarakan pendapat. Ketika Rapat general yang diadakan satu minggu sekali, para pimpinan  diharuskan mempresentasikan kepada panitia yang lain mengenai perkembangan divisinya. Aku masih canggung dan malu berbicara dihadapan 250 orang panitia. Mental dan keberanianlu sedang diuji dalam situasi seperti ini. Ku menarik nafas sejenak dan berkata “aku pasti bisa”, akhirnya aku pun bisa dan tidak gugup ketika berada didepan publik. Suasana saat itu hening, hanya suara akulah yang terdengar jelas saat itu.
Saat aku terlalu aktif dikepanitiaan MPKMB aku pun mengabaikan kesehatan diriku sendiri. Walaupun dalam kondisi sakit, tapi aku tetap datang mengikuti rapat pimpinan bersama wakil koordinator kesehatan. Aku dijemput oleh temanku untuk menghadiri rapat pimpinan.
“ Vi, yakin kuat ke kampus!” teman ku bertanya pada ku
“Insya allah”, jawab aku dengan kondisi lemah dan muka pucat
Di tengah perjalanan aku pun minum obat dan yang paling berkesan sorenya hujan begitu deras sekali, alergi dinginku kambuh saat itu.
“Vi, pake nih jaket dan jas ujan punya kakak” Teman ku berkata begitu.
“Iya makasih kak” Jawab aku dengan kondisi kedinginan.
“Gimana kondisi kamu Vi” Kakak itu khawatir dengan keadaanku.
“Masih parah kakak, aku harus pulang” Jawab aku dengan basah kuyup saat itu.  Ditengah badai dan hujan yang deras kami semua berteduh di warung pecel lele kampus Cilibende. Di tempat itu atapnya bocor, jadi kami semua basah kuyup. Ada enam orang panitia kesehatan berteduh dan makan malam disitu sehabis rapat divisi.
***
Semua persiapan dan peralatan sudah disiapkan jauh-jauh hari sebelum hari H. Jalur mobilisasi kampus dan pembagian pos kesehatan sudah dipikirkan matang-matang, atas dasar pertimbangan dan penyeleksian anggota. Peralatan tersimpan di ruang kesehatan Cilibende, kami kesulitan dalam hal transportasi saat itu. Membawa dua karpet yang besar dan dispenser dari rumahku dibawa dengan dua motor. Kita buka puasa di jalan dan shalat di pom bensin, sungguh penuh perjuangan di bulan Ramadhan tahun ini.
MPKMB angkatan 47 dimulai pukul 05.00 WIB di Internasional Convention  Center (ICC) Botani Square, sebuah gedung persewaan di sebelah kampusku. Aku dan teman-teman panitia lain diwajibkan datang satu jam sebelum mahasiswa angkatan 47 datang. Panita melaksanakan sahur dan shalat subuh bersama di ICC karena saat itu bertepatan dengan bulan ramadhan. Tenda kesehatan untuk laki-laki berada di depan pintu kiri ICC, sedangkan untuk perempuan berada di dalam musola wanita. Ruangan ICC yang pengap ditambah sebanyak 2200 peserta masuk ke tempat itu. Banyak sekali yang pingsan selama acara berlangsung dengan kondisi berpuasa, sehingga kami sulit membawanya karena berada di depan panggung. Pemimpin dalam situasi ini haruslah pintar memainkan strategi menculik pasien, dengan cara membawa pasien tanpa mengacaukan acara yang sedang berlangsung.
Vivi ada yang pingsan” sahut teman panitia menyapaku di tenda kesehatan.
“Ya, tandu-tandu siapkan teman-teman” jawabku dengan kondisi yang cemas karena jumlah laki-laki sangat sedikit, dan yang sakit di pos kesehatan dalam jumlah banyak.
“Posisi yang pingsan dimana?” Tanyaku pada panitia lain.
“Paling depan Vi, jauh dari pintu keluar” Jawab temanku sambil memegang kepalanya karena binggung mengangkat yang pingsan.
Aku selalu panik mengahadapi orang pingsan. Senior Diploma Medical Team (DMT), organisasi kesehatan dikampus ku, Kak Ari Kurniawan berkata kepadaku “Jadi pemimpin itu tidak boleh panik, santai aja lah, kalau ada yang pingsan itu biasa dalam situasi seperti ini.”
“Iya kak, tapi aku takut ada apa-apa masalahnya ini nyawa kakak?” Jawab aku dengan konsisi yang tegang dan mondar-mandir di depan gedung ICC.
“Kita banyak berdoa saja Vi” Jawab Kakak Ari sambil tersenyum kepada ku.
Lalu aku pun tersenyum sambil berkata “Iya kak semoga semuanya baik-baik saja.”
Penyakit pasien yang beragam membuatku binggung dan setress karena peralatan terbatas, obat-obatan tidak lengkap dan sulit sekali mencari air hangat di ICC. Pemimpin adalah ujung tombak dari sebuah organisasi, jika pemimpinnya putus asa maka anggotanya pun akan merasakan putus asa, maka aku tidak boleh putus asa saat itu. Hal yang tersulit di hari pertama, ketika ada pasien yang habis operasi usus buntu dan harus dirujuk ke Rumah Sakit. Aku berlarian mencari bantuan yaitu mobil untuk membawa pasien tersebut. Yang paling menyakitkan buatku adalah ketika harus mencari dokter rujukan di Poliklinik Kampus untuk datang ke ICC memeriksa pasien yang habis dioperasi tadi.
“Vi, coba kamu cari bantuan, kondisi pasien sudah gawat” kak seniorku menyuruhku dengan muka tegangnya.
“Iya kak” jawab aku sambil berlari mencari bantuan dengan ditemani oleh kak Silvi ke Poliklinik IPB.  
 “Kakak kira-kira dokternya ada gak ya?” Tanya aku dengan helaan nafas yang lelah.
“Mudah-mudahan ada Vi” Jawab kak Silvi sambil berkeringat disaat panas begitu terik dan kita dalam keadaan berpuasa.
Tapi ternyata sang dokter pun tidak mau pergi ke ICC dengan alasan malas jalan kaki. Aku dan kak Silvi kembali ke ICC dengan kondisi lelah. Setelah itu aku mencari mobil untuk membawa pasien yang sakit ke Rumah Sakit PMI. Tidak tersedianya mobil, membuatku lelah sekali. Aku terjatuh saat naik ke ICC karena terlalu panik dan lelah di hari pertama. Divisi kesehatan sangat kompak saat itu, akhirnya peserta yang sakit pun dirujuk ke Rumah Sakit PMI dengan bantuan mobil bak terbuka yang disewa oleh panitia selama MPKMB. Aku harus mau berkorban dan berjuang untuk kepentingan orang banyak, disitu aku belajar banyak hal mengenai kepemimpinan.
***
Hari kedua MPKMB diadakan di tiga lokasi Kampus Diploma, tim kesehatan yang jumlahnya hanya 20 orang tersebar di tiga pos kesehatan tiap kampus. Pos kesehatan bertanggung jawab terhadap obat-obatan dan juga peralatan kesahatan. Kampus Gunung Gede (GG) ruang kesehatan berada di ruang tunggu dosen dengan jumlah panitia enam orang. Begitu juga kampus Cilibende (CB), ruang kesehatan berada di Ruang Makro dan Ruang Kesehatan kampus. Di Baranang (BS) ruangan kesehatan berada di tenda ploton samping Taman Koleksi. Kegiatan di hari kedua hanya fokus di tiga lokasi kampus saja.
Vivi obat-obatan habis, makanan juga” sahut temanku Maretha.
Iya, nanti beli lagi, dilist saja perlu apa saja!” jawab aku.
“Parasetamol, minyak kayu putih dan roti tawar habis, Vi” Ucap Maretha dengan nada suara tegang.
“Ya udah, Vivi belanja sekarang ya?” Jawab aku dengan tergesa-gesa.
Aku selalu memantau keadaan pos kesehatan di tiga lokasi kampus. Ketika itu ada masalah di kampus Cilibende, waktu itu tenda kesehatan yang berada di depan bengkel komputer Cilibende diprotes oleh seorang dosen. Atas izin dosen tersebut, akhirnya pos kesehatan pindah ke ruang Makro. Dosen itupun ikut campur lagi mengenai penanganan pasien yang sakit, aku dimarahi oleh dosen tersebut.
“ kalau orang sakit itu, jangan dikasih roti, apalagi kalau dia punya penyakit maag” ujar dosen di kampus Cilibende memarahi aku dan enam teman lainnya.
“Tapi bu di sini tidak ada makanan, dana kita minim bu?” jawab aku pada dosen itu. Dosen itu pun hanya diam dan menatap aku dengan tatapan sinis, lalu dosen itu pun meninggalkan ruang pos kesehatan.
Sore hari acara dipusatkan di kampus BS tepatnya di lapangan kampus samping Taman Koleksi. Saat mobilisasi pasien yang sakit di kampus Cilibende. Dosen yang agak rese itu pun memarahi aku lagi dan berkata
“kalau orang sakit itu, harus istrirahat mba, jangan dipindah-pindah, kasihan lah”. “Kan acara inti disana bu, dan pasien yang sakit pun ingin ke sana” Jawab aku dengan perkataan tegas. Senior ku membujuk dosen yang galak itu dengan komunikasi interpersonal. Dosen itu pun berkata kepada para pasien “Siapa yang mau ikut ke kampus BS, ngacung ?” . Semua pasien mengacungkan tangannya dan berkata “Ingin lihat acara intinya bu”, “iya bu, teman-teman kami kan disana jadi kami ingin kesana?”. Mendengar jawaban dari para pasien tadi, akhirnya dosen itu memperbolehkan kami untuk mobilisasi ke kampus Branang Siang, dengan menggunakan mobil bak panitia dan sebagian lagi dengan mobil angkot yang disewa oleh panitia.
Setibanya di kampus BS aku kaget sekali, karena jumlah peserta MPKMB yang sakit di hari kedua bertambah banyak. Kondisi saat berpuasa membuat para peserta merasa lelah. Sore itu aku harus mengantarkan peserta MPKMB yang sakit ke Rumah Sakit PMI. Peserta itu tangannya sobek terkena serpihan botol kaca, darahnya mengalir sangat banyak hingga mengotori bajuku. Ku tinggikan lukanya lebih tinggi dari jantung agar darahnya tidak mengalir terus menerus, dengan menggunakan mobil bak terbuka kami bergegas menuju ke Rumah Sakit PMI. Dia pun dijahit hingga empat jahitan di tangannya yang luka itu.
 Kemudian aku bertanya “sakit tidak de?”
Dia menjawab dengan sangat tegar “tidak kak”.
“Kenapa tidak sakit, itukan lukanya parah de?” aku bertanya padanya dengan kondisi yang khawatir.
“Ini tidak sakit kak, namanya juga kecelakan”, jawabnya sambil tersenyum.
“Kok bisa robek begitu tangannya, bagaimana ceritannya de?” aku penasaran.
“Ini keteledoran aku kakak, tadi waktu yel-yel aku memukul botol minuman dan pecah hingga melukai tangan aku” jawab pasien itu sambil melihat lukanya.
“Nanti kalau kamu pulang ke rumah, mamamu marah tidak melihat kamu diperban seperti itu?” Aku bertanya padanya.
“Aku sudah tidak punya orang tua kak?” Jawab dia dengan nada suara yang kecil.
Mendengar kalimat itu aku langsung terharu dan memeluk pasien itu yang bernama Ayudyanna. Aku pun berkata “ Sejak kapan kamu ditinggalkan orang tua?”
“Sejak SD ibuku meninggal kemudian SMP ayahku menyusulnya kak, aku tinggal dengan kakak ku sekarang” jawab dia.
“Kakakmu marah tidak nanti melihatmu seperti ini ?” aku bertanya padanya dengan nada halus.
“ Tidak kak” jawab dia sambil tersenyum.
“Lain kali hati-hati ya sayang” ujarku sambil menggenggam tangannya.
***
Hari ketiga merupakan hari penutupan MPKMB. Sejak pagi sampai sore ada 250 orang yang sakit dan pingsan, karena kelelahan. Tenda pun kekurangan tempat, tidak ada tempat yang layak untuk menampung orang sakit. Akhirnya yang telah sembuh disuruh keluar tenda. Sangat sulit membujuk Peserta yang sakit untuk mau membatalkan puasanya dan minum obat.
Siang itu aku merasa capek, yang pingsan banyak sekali, obat-obatan habis, aku pun mencari solusinya. Aku harus cepat mengambil keputusan yang tepat. Aku membeli obat-obatan dan makanan ke salah satu pasar swalayan di Botani Square. Peserta yang habis operasi itu datang selama tiga hari, mengikuti MPKMB sampai selesai, tapi dia berada di pos kesehatan.
Aku bertanya padanya “kenapa kamu ikut MPKMB dengan kondisi seperti ini de?”. Dia menjawab “aku bosen di kostan dan kalau gak ikut MPKMB sayang kakak, gak dapat sertifikat”.
Sore itu hujan deras sekali, kegiatan penutupan MPKMB dihentikan. Tim kesehatan kewalahan memindahkan pasien yang sakit ke ruang BS B01. Aku mengangkat barang-barang seperti  obat-obatan, dispenser, kasur, selimut, makanan dan pasien yang habis operasi dibawa dengan tandu. Aku membawa barang-barang dengan kondisi hujan-hujanan, karena terlalu bersemangat mengangkat tandu aku pun terjatuh di bawah rintik hujan dan kemudian
“Vivi... Vivi.... Vivi pingsan ?” Temanku berkata seperti itu pada ku.
“Vivi bangun Vi..... Vivi bangun.....?” Aku dicubit oleh temanku, agar aku sadarkan diri dan segera bangun dari pingsanku.
Tidak lama kemudian, aku terbangun dari dan berkata “Kok, Vivi ada disini sich! yang sakit bagaimana sudah dipindahkan semua?”
Temanku menjawab “Sudahlah Vi, jangan pikirkan pasien yang sakit yach yang terpenting saat ini adalah kondisi kamu”.
Ku mengigil, “dingin sekali disini?”, jawab ku dengan lemah dan muka yang pucat.
Teman-teman panitia semuanya membuka jas almamaternya lalu menyelimuti aku dengan almamater itu. Semua pasien yang kedinginan diselimuti dengan jas itu.
Tubuhku kram sesaat setelah aku sadarkan diri, aku ingin ke kamar kecil, lalu seseorang yang sangat aku sayangi memapah aku menuju ke toilet. Dia memberiku semangat dan motivasi walaupun saat itu dia bukan siapa-siapa aku lagi. Semua teman-teman menyemangatiku karena kondisi aku sangat lemah dan putus asa.
Ketua dan wakil ketua BEM  berkata kepadaku “kau pemimpin yang hebat Vi, dan mau berjuang untuk orang lain.
“Terimakasih kak”, jawabku sambil tersenyum.
“Lanjutin DMT ya, Vivi jadi ketuannya?” Tanya Kakak Ari kepadaku.
“Iya kak, aku siap”, jawab aku dengan semangat 45.
Setelah Acara selesai tepatnya jam 19.00 WIB di sebuah taman kampus yang sering disebut Taman India Kampus BS, diadakan rapat evaluasi. Sambil membawa barang-barang ditandu dan dalam kondisi flu, tim kesehatan semuanya hadir rapat. Kompak sekali tim kesehatan saat itu, hingga semua panitia memberikan tepuk tangan untuk kekompakan kami. Kondisi badan ku lemas sekali, setelah itu aku ditelpon oleh seorang panitia.
“Vivi cepet Ke kampus Cilibende, di ruang kesehatan ada yang pingsan” kata salah seorang temanku.
“Iya, aku segera kesana” jawabku dengan kondisi lemah dan baju yang basah. Aku dan dua temanku menuju kekampus untuk memberikan pertolongan pertama.
Peserta MPKMB itu ternyata kelelahan, belum makan dari pagi dan harus berdesak-desakkan di mading kampus Cilibende untuk melihat pengumuman pembagian kelas. Dia pun pulang dengan kondisi yang lemah dengan diantar oleh teman-temannya. Sungguh hari yang melelahkan namun sangat mengasikkan bisa menolong orang yang sakit.
Sekarang aku menjadi ketua DMT (Diploma Medical Team) yaitu tim kesehatan yang menangani mahasiswa yang sakit di Kampus. Pengalaman adalah sebuah pembelajaran dalam kehidupan, aku banyak mendapatkan ilmu yang berkaitan dengan tanggung jawab, kekompakan, kedisiplinan, bekerjakama dalam tim dan ilmu P3K. Setelah kepanitiaan Masa Pengenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) berakhir. Aku dan teman-teman membuka anggota baru, alhamdulillah sekarang anggota DMT bertambah dan ruang kesehatan pun sudah memiliki sarana dan prasarana yang lengkap.
Karena sering mengikuti organisasi dan kepanitiaan, hingga kini banyak orang yang mengenal aku dan menyapaku saat bertemu. Aku merasakan bangga dengan diriku, yang bisa memimpin dan menolong orang lain.
Terkadang mahasiswa angkatan 47 ada yang menyapa aku dan berkata “ Kakak yang dulu menolong aku kan? terimaksih ya kakak”
“Iya sama-sama de, gimana sekarang udah gak demam lagi kan?” aku sambil tersenyum padanya.
“sekarang aku sehat kak, udah gak demam lagi?” mendengar kata-kata itu aku bahagia sekali.
Setiap hari aku berjaga-jaga di ruang kesehatan Cilibende, terkadang ada yang sakit aku pun menolongnya sebisa aku. Ada yang pingsan, Asmanya kambuh, dan sakit lainnya. Pertolongan pertama sangat penting diberikan kepada pasien yang sakit. Beberapa hari yang lalu di bulan September 2011, aku menolong pasien yang pingsan di ruang kesehatan Cilibende. Alhamdulilah berkat pengalaman yang aku miliki pasien tersebut bisa sadarkan diri dan tidak perlu di rujuk ke Rumah Sakit.
Sehari setelah kejadian itu, ada seorang teman menelpon aku dan berkata “Vivi cepat ke Lembaga Kemahasiswaan Center di Gunung Gede soalnya ada yang sakit asma, jangan lupa membawa selimut ya Vi?”
“Iya, Vivi segera kesana?” Jawab aku sambil tergesa-gesa
Aku yang sedang melihat pertandingan Sepak Bola Program Keahlian Komunikasi melawan Akutansi, langsung bergegas menolong pasien ke tempat tersebut. Aku membawa dua buah jaketku untuk bisa menghangatkan tubuhnya yang sakit. Aku yang saat ini masih menjabat menjadi ketua Diploma Medical Team harus bisa bertanggung jawab kepada orang yang sakit. Maka kapanpun dan dimana pun aku harus bisa menolong pasien yang membutuhkan bantuanku.
Ya Allah SWT di dalam  kehidupan  ku yang singkat ini,  ingin aku gunakan untuk dapat menolong orang lain, baik keluarga, teman atau pun orang yang belum pernah aku kenal sebelumnya. Aku ingin melihat senyum kecerian di wajah orang yang telah aku tolong. Panjangkanlah umurku ya Allah SWT agarku dapat menolong orang lain lebih banyak lagi.

0 komentar:

Posting Komentar